Apa
alasan perusahaan lebih fokus kepada customer relationship? Biasanya,
setiap direksi dan jajaran Top Management perusahaan sudah sangat
memahami. Industri atau pasar sudah jenuh. Tidak mudah mencari pelanggan baru lagi.
Akibatnya biaya untuk mencari pelanggan baru semakin mahal. Oleh karena itu,
perusahaan lebih memilih untuk mempertahankan pelanggan.
Strategi
CRM adalah strategi pertumbuhan. Ini adalah pilihan strategi di tingkat
korporasi. Karena CRM merupakan strategi besar perusahaan, maka semua strategi
di level bawah seperti strategi tingkat divisi, departemen atau strategi
fungsional, haruslah konsisten dan mengikuti arah strategi. Observasi saya
terhadap banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, ternyata strategi CRM
menyimpan banyak paradoksdalam implementasinya.
Paradoks
pertama adalah dalam struktur organisasi. Perusahaan yang bertumpu dengan CRM,
seharusnya memiliki direksi atau pimpinan di tingkat senior manajemen yang
benar-benar memiliki wewenang untuk melakukan perencanaan dan eksekusi CRM.
Nama direktur ini bisa seperti CRM Director, Retention Director, Service
Quality Director atau Channel Director. Kenyataannya, banyak perusahaan yang
menyatakan bahwa CRM adalah strategi utama, ternyata tidak memiliki pimpinan
CRM dengan kewenangan yang memadai.
CRM
hanya dipimpin oleh seorang manajer atau bahkan lebih rendah dari itu. Mereka
mungkin merupakan kepala bagian dari divisi operasional, layanan atau
marketing. Yang paling parah adalah bila diletakkan di bagian penjualan. Dengan
organisasi seperti ini, maka implementasi CRM tidak akan berjalan. Tidak
mengherankan, kemudian terjadi ketidakjelasan di level menengah dan gugus
depan. Di satu sisi, perusahaan mengatakan bahwa mereka fokus kepada CRM dan
retensi pelanggan tetapi kenyataannya, akuisisi pelanggan masih merupakan KPI
atau target yang lebih dominan. Ini terjadi karena, direksi yang berhubungan
dengan akuisisi masih dominan dan sulit untuk bekerja sama dengan
pimpinan yang menterjemahkan strategi CRM.
Paradoks
CRM kedua yang terjadi karena orientasi terhadap produk atau bisnis baru.
Perusahaan yang melakukan strategi CRM, seharusnya mencari produk baru atau
bisnis baru untuk menambah wallet share di pelanggan yang sudah mereka
layani. Pelanggan yang memiliki banyak produk atau menggunakan banyak layanan
dari sebuah perusahaan, akan cenderung loyal kepada perusahaan. Bagi pelanggan,
biaya untuk switching ke perusahaan atau merek lain, menjadi sangat
besar. Kenyataan yang terjadi adalah perusahaan banyak menciptakan produk atau
bisnis baru untuk mencari pelanggan baru atau berupaya meningkatkan pangsa
pasar dengan merebut pelanggan dari pesaing. Ini bisa terjadi karena bagian
pengembangan produk dan bisnis, tidak memahami arah strategi CRM. Mereka
kemudian mulai mencari peluang bisnis dengan memperhatikan pasar dan pesaing.
Tidak mengherankan, fokusnya adalah untuk meningkatkan pangsa pasar. Padahal,
inti strategi CRM adalah meningkatkan wallet share dan bukan market
share.
Strategi
pengembangan produk atau bisnis baru, haruslah dimulai dengan banyak mendengar
pelanggan. Mencari apa yang yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pelanggan.
Dengan orientasi seperti ini, produk atau bisnis baru yang akan diluncurkan,
sudah pasti akan terasa efektif bila dipasarkan kepada pelanggan yang sudah ada
dan bukan untuk akuisisi pelanggan baru.
Paradoks
strategi CRM ketiga adalah dalam bidang komunikasi. Perusahaan yang focus
dengan CRM, seharusnya lebih banyak mengandalkan komunikasi dua arah yang lebih
bersifat interaktif. Inilah esensi dari CRM yaitu melalui komunikasi untuk
menjalin relationship. Kenyataannya, perusahaan yang memiliki pilihan
strategi CRM, tetapi kemudian lebih memilih untuk menggunakan komunikasi yang
bersifat masal. Mereka memiliki perspektif jangka pendek yang lebih kuat dan
juga lebih mementingkan efisiensi daripada efektivitas.
Paradoks
keempat adalah dalam hal kompensasi. Implementasi dari CRM adalah hasil kerja teamwork.
Banyak program CRM memerlukan kerjasama antara petugas gugus depan dan tim yang
di bekerja di belakang meja. Untuk memberikan solusi kepada pelanggan, maka
sering kali tim yang berasal dari IT, keuangan dan departemen lain, sangat
dibutuhkan. Untuk memberikan layanan yang baik, maka petugas gugus depan perlu
didukung oleh departemen operasional, admnistrasi dan bagian keuangan.
Dengan
proses seperti ini, maka kompensasi yang ideal adalah kompensasi yang
didasarkan untuk hasil kerja tim. Kenyataannya, banyak perusahaan masih membuat
sistem kompensasi yang bertumpu kepada kemampuan individu. Tidak mengherankan, teamwork
menjadi lemah dan banyak program CRM tidak berjalan dengan baik. Bahkan, ada
juga perusahaan yang lebih banyak membangun kompensasi hanya untuk bagian
penjualan. Padahal, dalam strategi CRM, kekuatan bagian penjualan menjadi
semakin lemah. Pelanggan yang puas, merekalah yang kemudian menyebarkan word
of mouth yang positif dan pelanggan seperti inilah yang kemudian menjadi
tenaga penjualan bagi perusahaan.
Keempat
paradoks dari strategi CRM perusahaan inilah yang membuat CRM menjadi tumpul.
CEO kemudian kecewa denggan strategi CRM dan manajer tingkat menengah kemudian
bingung dengan strategi perusahaan karena tidak adanya konsistensi antara
strategi korporasi dan strategi di tingkat divisi. CRM masih menyimpan banyak
paradoks dan justru inilah yang menjadi daya tarik bagi perusahaan untuk terus
melakukan evaluasi. Mereka yang konsisten, akhirnya baru merasakan efektifnya
strategi ini untuk membuat perusahaan bertumbuh dengan bai
Terima Kasih Telah Berkunjung
Judul: Paradoks Implementasi Strategi CRM
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel Paradoks Implementasi Strategi CRM ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda
Judul: Paradoks Implementasi Strategi CRM
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel Paradoks Implementasi Strategi CRM ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda
No comments:
Post a Comment